Pada mulanya warga masyarakat yang berada di wilayah Kalumbu Iang, Praihowar dan Pandang (“panda”) dalam wilayah Kelurahan Wangga, Kecamatan Kambera, Kabupaten Sumba Timur merupakan wilayah pelayanan Pekabaran Injil Gereja Kristen Sumba Jemaat Payeti.
Salah satu tokoh gereja yang berperan penting melakukan penginjilan di Praihowar adalah Guru Injil Ngguli Keimarak. Dalam sejarah hidupnya pada tahun 1950-an beliau berpendidikan TOS di Karuni dan merupakan seorang Pendeta di Jemaat GKS Nggongi, dalam pelayanannya terjadi perselisihan/perseteruan antar pengerja dan tidak dapat diperdamaikan; akhirnya beliau mengundurkan diri dari jabatan pendeta dan dikabulkan oleh GKS. Secara iman pengunduran diri beliau mungkin saja tidak direstui oleh Tuhan maka, Roh Ulkudus menggerakkan hati Pendeta dari Lailunggi untuk mendekati beliau dan meminta untuk bergabung dalam pelayanan dengan Jemaat Lailunggi. Beliau menerima tawaran tersebut dan ditugaskan oleh Majelis Jemaat Lailunggi sebagai Guru Injil sampai pensiun.
Pada tahun 1980-an Guru Injil Ngguli Keimarak mengikuti anaknya untuk pindah ke Waingapu. Dimasa pensiunnya masih meluangkan waktu dan tenaganya untuk melakukan Pekabaran Injil (PI) kepada Kapala Ndjakatamu (marga Payeti) di Wanggawatu dan hingga ke Praihowar. Kegiatan PI dilakukan sampai kepada Umbu Mina Manggang Konda alias Umbu Nai Nggada.
Atas peran penting penginjilan yang dilakukan oleh GI. Ngguli Keimarak maka tahun 1986 beberapa tokoh jemaat dalam wilayah pelayanan tersebut berinisiatif melakukan Pekabaran Injil secara intensif kepada masyarakat setempat yang masih menganut paham animisme (Marapu) sejumlah 50 Kepala Keluarga atau kurang lebih 250 orang khususnya di wilayah Kalumbu Iang, Pandang, dan Praihowar.
Setelah masa penginjilan yang dilakukan oleh GI. Ngguli Keimarak berakhir karena lanjut usia maka, beberapa tokoh jemaat yang juga merupakan tokoh masyarakat yang dipimpin oleh Nggau Roti selaku Majelis Jemaat GKS Payeti bersama Kaum Awam Barnabas Ndjurumana dan Andreas Munggawai selaku tokoh dan ketua pemuda lingkungan “E” pada saat itu, melakukan penginjilan kepada Umbu Nai Nggada (ayah dari Umbu Rihi Ndia) untuk menerima Injil secara utuh bersama keluarganya. Di wilayah Praihowar Umbu Nai Nggada merupakan penguasa tanah dan tokoh adat sangat berpengaruh di daerah tersebut.
Pendekatan melalui pengembalaan secara theologis (penginjilan) dan didukung dengan kegiatan pemuda oleh Tim Penginjil antara lain: Nggau Roti, Kaum Awam Barnabas Ndjurumana, Tukang Ndamung, Amanai Babu, Dundu Tay, Dominggus Kahi, Andreas Munggawai, Mantri Andung, D.L. Kondameha, Jhon H. Makambobu, P. Damanganga, M.K Retang; yang dilakukan setiap minggu kepada Umbu Nai Nggada dan keluarganya memberikan hasil yang positif dalam pengembangan gereja. Hal tersebut terbukti dengan kesediaan beliau agar rumahnya dijadikan tempat ibadah bagi warga masyarakat Marapu pada setiap hari Minggu.
Pada tanggal 18 April 1986 untuk pertama kalinya Tim Penginjil yang dipimpin Kaum Awam Barnabas Ndjurumana dan istri, Nggau Roti dan istri serta beberapa tokoh jemaat melaksanakan ibadah bersama Keluarga Umbu Nai Nggada dan warga masyarakat Marapu setempat. Dengan demikian pada waktu dan tempat tersebut merupakan sejarah terbentuk atau berdirinya Pos Pekabaran Injil Praihowar dalam lingkungan “E” Gereja Kristen Sumba Jemaat Payeti.
Sejak saat itulah hampir setiap minggu Nggau Roti dan istri bersama anak-anaknya serta Kaum Awam Barnabas Ndjurumana dan istri bersama keluarga serta anak-anaknya dengan berjalan kaki kurang lebih 3 KM dari kediamannya di Wanggawatu dan Tandairotu untuk beribadah bersama warga Marapu di rumah kediaman Umbu Nai Nggada. Situasi pada saat itu belum ada jalan yang dapat dilalui oleh kendaraan, jadi dalam periode 1986-1992 kelompok pemuda gereja dan warga jemaat yang dipimpin oleh Andreas Munggawai, Obed Perang dan kawan-kawan melakukan perjalanan dengan jalan kaki ke Pos Pekabaran Injil Praihowar dalam mengikuti ibadah dan juga diisi dengan acara kegiatan perayaan hari-hari raya gerejawi antara lain pertunjukan Drama Natal dan Paskah.
Pada tahun 1988 terjadilah pembaptisan yang dilaksanakan oleh Pdt. Petrus Mehangmbewa, S.Th selaku Koordinator Wilayah PI Praihowar, Pdt. S. R. Dengi, Pdt. Darius D. Dady S.Th kepada keluarga Umbu Nai Nggada dan istri, Kapala Tay dan istri (tokoh Marapu dari Kalumbu Iang) dan keluarga serta kerabat mereka. Setelah pembaptisan dilaksanakan sekitar belasan orang tersebut, yang juga didampingi oleh Yapi Palakahelu, Drs. Jhon H. Makambombu, Dundu Tay, Nggau Roti, Kaum Awan Barnabas Ndjurumana dan warga jemaat lainnya maka, Umbu Nai Nggada berkata, “NAHU HALLAMINYAKA PAPAMULA YA NAPINGI AI, NANYUNA KUMONUNGGAI MANGAHU MANUMANYA KANA LURI PANGALANGU” (“Kamu sudah tanam dan tolong disiram agar dapat hidup terus”); karena itu Yapi Palakahelu berjanji akan disiram terus untuk menjadi sebuah jemaat yang besar.
Suatu ketika di tahun 1989, Nggau Roti dan Kaum Awam Barnabas Ndjurumana atas sepengetahuan Umbu Nai Nggada menaiki perbukitan (lokasi gereja saat ini) untuk memantau lokasi tempat pembangunan rumah gereja, dan mereka bersepakat untuk membangun Gereja Pos Pekabaran Injil (Pos PI) di daerah perbukitan tersebut dengan alasan sebagai berikut :
- Lokasi rumah gereja berada di ketinggian dan dapat terlihat dari daerah lembah sebelah barat yaitu Praihowar dan lembah sebelah timur yaitu Pandang (“Panda”); lembah bagian utara yaitu wilayah Kalumbu Iang dan lembah bagian selatan berbatasan dengan wilayah Kelurahan Lambanapu, bahkan lokasi tersebut tertinggi dalam wilayah kota Waingapu.
- Kedua tokoh gereja tersebut bersepakat untuk membangun rumah gereja dengan ukuran 15 x 7 M; membangun secara sederhana beratapkan seng dan dinding gedek.
Atas inisiatif pribadi yang kuat dari Nggau Roti dan didukung oleh kawan-kawan Tim Kerja Pekabaran Injil dan adanya dukungan pemuda yang digerakkan oleh Andreas Munggawai maka, proses pembangunan rumah gereja yang dimaksud mulai dikerjakan secara gotong royong dengan warga marapu di wilayah tersebut.
Awal mulanya mereka mulai kerjakan pembangunan rumah gereja, para tokoh jemaat tersebut menaiki perbukitan dengan membawa ternak korban sembelihan yaitu, kambing dan juga beras serta ikan kering, ayam dan sayur sayuran untuk konsumsi pekerja yang didukung sepenuhnya oleh anggota keluarga dan warga jemaat. Mereka berteriak memanggil para warga masyarakat untuk segera menaiki perbukitan Praihowar untuk memulai bekerja pembersihan lokasi, menyiapkan bahan-bahan bangunan dan dilakukan hampir setiap hari.
Dalam beberapa bulan kemudian di tahun 1989 rumah gereja tersebut dibangun yang dipimpin oleh Daniel Djami Rihi selaku Kepala Tukang bangunan dan dibantu oleh warga jemaat yang berada di Kalumbang, Pandang dan warga Marapu yang berada disekitar Praihowar.
Pada proses pengerjaan Rumah Gereja tersebut dilakukan secara gotong royong dengan peralatan sederhana bahkan pengambilan air di lembah Praihowar (sumur) secara tahapan atau estafet antar personil warga marapu dan jemaat serta pemuda dengan semangat yang tinggi, dari sumber air tersebut sampai ke lokasi gereja untuk membuat campuran semen. Dalam proses mengerjakan Rumah Tuhan, maka datanglah beberapa orang dari Keluarga Sabu antara lain bapak Kale Radja dan kawan-kawan, menyumbangkan batu merah dari 500 buah sampai 1000 buah. Pada saat itu di daerah lembah Pandang beberapa masyarakat dari suku Sumba dan Sabu sedang mencetak batu merah untuk dijual.
Dalam pembangunan gereja terjadi kekurangan semen maka beberapa tokoh jemaat yang berada dilokasi gereja mereka patungan mengumpulkan uang untuk membeli semen 2 zak. Karena begitu besarnya tenaga warga marapu dalam membangun Rumah Gereja di Praihowar maka, Padjaru Ndamanganga bertemu dengan Ketua Majelis Jemaat GKS Payeti Yapi Palakahelu dikala itu untuk menyampaikan bahwa, para tokoh dan warga jemaat serta masyarakat marapu di Pos PI Praihowar sedang membangun gereja. Adanya informasi tersebut maka Ketua Majelis Jemaat Payeti tersebut memberikan rekomendasi untuk mengambil semen di Toko Lotus dan bantuan kayu bangunan.
Seiring dengan Pembangunan gereja yang sedang dilaksanakan di Praihowar, warga jemaat disekitar Kandara latang, Okahapi dan Kalumbang yang juga didukung oleh pemuda membangun Sekolah Minggu Lembah Eden di tanah milik Katauhi Mica seluas ± 20 x 50 M yang telah dihibahkan kepada GKS Payeti Cabang Praihowar.
Beberapa tokoh gereja yang mengggerakkan jemaat dan pemuda antara lain, Dundu Tay sekeluarga, Andreas Munggawai, Obed Perang, T. W. Andung; maka secara swadaya D. L. Kondameha, Dedy Willi, Yapi Palakahelu, Petrus Z. A. Bima menyumbangkan kayu usuk dan menggit serta batu merah dari Tinus Taralandu serta atap seng dari GKS Payeti untuk membangun tempat ibadah seluas 6 x 9 M untuk anak-anak sekolah minggu. Proses pembangunan tempat ibadah tersebut digerakkan secara penuh oleh tokoh-tokoh jemaat dan pemuda yang pekerjaan bangunan dipimpin oleh Domisianus Djeru dari Jemaat kemah Injil. Diharapkan pada masa yang akan datang Sekolah Minggu Lembah Eden, cikal bakal menjadi Cabang dari Jemaat GKS Praihowar jika sudah mekar dari GKS Payeti.
Setelah pembangunan Rumah Gereja Praihowar selesai dibangun maka, atas kesepakatan Nggau Roti, Kaum Awam Barnabas Ndjurumana dan Umbu Nai Nggada melakukan pengukuran lokasi tanah gereja seluas enam (6) Hektar Are (HA), pengukuran dilakukan mengelilingi lokasi Rumah Gereja; dengan demikian dapat dikatakan bahwa, Umbu Nai Nggada menghibahkan tanahnya seluas 6 hektar untuk lokasi tanah milik Gereja Praihowar.
Pada tahun 1990 terjadi keanehan pada rumah gereja di Praihowar yaitu, disambar petir (guntur) dan terlihat oleh masyarakat di lembah Pandang rumah gereja tersebut terbakar; namun setelah dicek dilokasi rumah gereja ternyata tidak terbakar, hanya dinding tembok bangunan dan kayu koseng dan tiang rumah gereja terbelah dan atapnya bocor. Kemudian, Nggau Roti meminta Agustinus Maulaka untuk membuat penangkal petir, namun rencana tersebut dibatalkan karena Agustinus Maulaka bermimpi dalam tidurnya untuk meminta beliau tidak diperbolehkan untuk memasang penangkal petir di Gereja Praihowar.
Dalam perkembangannya di tahun 1992 keadaan fisik gereja yang dibangun tersebut dimakan rayap dan sebagian atapnya bocor serta pastori/dapur darurat terhempas oleh angin maka, Drs. John H. Makambombu selaku Ketua Majelis Jemaat Pos PI Praihowar melakukan motivasi kembali kepada warga jemaat Lingkungan “E” untuk merehabilitasi kembali Rumah Gereja Praihowar secara bertahap dengan swadaya jemaat; dan beliau meminta GI. Chris Keba Radandima tinggal di ruang konstitori. Disekitar lokasi Gereja Praihowar tidak terdapat tanaman keras dan hanya terdapat semak belukar serta rumput kering dan belum memiliki badan jalan ke lokasi gereja maka, beliau melakukan kerjasama dengan Pramuka, Dinas Perkebunan/Pertanian, Organisasi Pemuda Purnawirawan TNI/POLRI, Dinas Kehutanan Kab. Sumba Timur untuk melaksanakan reboisasi dan penanaman kelapa serta tanaman penghijauan lainnya. Untuk jalan ke Praihowar Ketua Majelis Lingkungan “E” meminta bantuan Lotus untuk dapat meloder badan jalan. Pada era tersebut, Drs. Jhon H. Makambombu,
Kaum Awam Barnabas Ndjurumana, David Djara Lay alias Ama Kale (koster I) dan beberapa tokoh jemaat lainnya melakukan pengukuran ulang tanah gereja bersama agraria (Badan Pertanahan) dan hasilnya dari tanah gereja seluas 6 ha menjadi 6,6 HA. Luas tanah gereja bertambah karena pengukuran yang dilakukan menggunakan peralatan standart agraria. Dengan selesainya rehab geraja pertama selesai maka, Pos PI Praihowar beralih status menjadi Ranting Praihowar.
Salah satu aktifitas Pemuda Lingkungan “E” khususnya di Kalumbang, mendesaign dan mendirikan Radio Kalumbang Broadcasting Station (RKBS) yang dipimpin oleh Andreas Munggawai dan station radio mengudara dari rumah beliau. Perangkat yang sederhana dengan rakitan rangkaian elektronik yang di rancang oleh para pemuda dan dibantu oleh Marthen Takandjandji (pakar elektronik); dengan menggunakan antena kawat horizontal dan penyangga dari tiang bambu, radio tersebut dapat mengudara antara tahun 1993-1998.
Adapun penyiar radio pada waktu itu antara lain, Ebit Kadalarusman, Dasi, Boby Sanjaya cs. (nama samaran). Manfaat dari radio tersebut disamping sebagai sarana hiburan lagu-lagu rohani maupun lagu-lagu nostalgia dan lagu pop bagi masyarakat kota Waingapu, tetapi juga bermanfaat bagi para pemuda dan jemaat disekitar Kalumbang, Wanggawatu, Tandairotu, Kandara Latang, Oka Hapi, Kandara dan Palindi Mburung untuk mendapatkan informasi kegiatan gereja di Praihowar, rapat pemuda dan informasi-informasi publik lainnya. Namun disayangkan RKBS tidak dapat mengudara lagi karena proses perijinan belum selesai diurus dan akhirnya perangkat tersebut tidak dapat digunakan lagi.
Kemudian, pada tahun 2001 s/d 2003, Drs. Jhon H. Makambombu terpilih menjadi Ketua Panitia Pembangunan GKS Payeti Ranting Praihowar; dan gereja direhab total, membuat pastori dll melalui bantuan swadaya dari warga jemaat serta bantuan bahan bangunan dari Yayasan Kuda Putih Sejahtera (KPS). Yayasan KPS juga dikala itu menyumbangkan Alkitab dalam Bahasa Kambera dan Bahasa Indonesia. Setelah Rehab dan pengembangan Rumah Gereja tahap kedua maka, pada tahun 2008 Ranting Praihowar beralih status menjadi Gereja Kristen Sumba Jemaat Payeti Cabang Praihowar.
Praihowar, 18 Maret 2015
Nara Sumber: Tokoh Jemaat Lingkungan “E” GKS Payeti Cabang Praihowar
Tim Pencari Fakta : Hinna Mbangawula dan Umbu Kudu Landuhuruk
Penyusun : Semuel Takanjanji.